kereta melaju, deru-deru roda berputar seiring desir alunan sirine berbunyi.
sunyi.
sampai saat ini bisu masih saling mengikat benci.
bagaimana tiap detik yang terlalui dengan hampa yang terus menghantui meski namamu tak lagi terngiang dari bilik ini. aku lelah berpikir ketika sudut-sudut mata ini mulai menumbuhkan bulir-bulir yang kemudian jatuh satu-satu setelah lima belas menit kembali terjebak dengan memoar yang tertera jelas di langit-langit hariku. yang kemudian, satu persatu dari mereka hilang, musnah ditelan kenyataan.
adakah aku sedikit dihatimu?
seriring laju kereta yang melambat ditengah keheningan malam yang makin menusuk kulit, lalu memandang kaca dibalik tirai merah. gelap. hitam. jelaga. seluruhnya tertutup malam yang sudah larut mencekam. kucoba memandang jauh lebih lamat. gagal. seluruhnya menyatu sempurna jelaga. tanpa cela. tanpa jeda. seperti itukah hatimu kini? sempurna tak terbaca olehku, sempurna tertutup bagiku untuk sekedar singgah dan berteduh ?
rinduku memang enggan menetap, juga lelah menanti. kepadanya kini tertera banyak lorong-lorong menuju persinggahan selanjutnya, tempat tujuan berikutnya; rumahmu, barangkali~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar