Pagi ini. Sengaja enggak tidur abis sahur. Udah mulai puasa
lagi abis tiga hari absen gegara radang dan flu yang sukses bikin tepar
berhari-hari.
Aku nulis ini sambil nahan pipis, fyi. Tapi itu gak penting.
Yang penting in my opinion ketika ada ‘something to write’ I must write it
immedietly. Whenever, wherever.
Skip yang enggak perlu dibahas.
Pukul tujuh lebih tiga puluh menitan, entah tepatnya jam
berapa. Masih menggenggam buku antologi rasa milik ika natassa, setelah membaca
halaman 265 paragraf satu buku tersebut
Bukan masalah bukunya, ceritanya, atau adegan apa yang
sedang ditulis di situ.
Tiba-tiba, dengan pikiran yang ‘aman’ dan tidak memusingkan
sesuatu hal atau seseorang yang begitu penting untuk di-penting-kan pagi ini
atau hari hari sebelum ini, aku tiba tiba saja ingin menulis beberapa kalimat
tentang Tuhan dan permohonan.
Pernah memohon sesuatu yang bisa dibilang lebih ke arah
negatif dan kejadian? Trus kamu bakal bilang “Wah ternyata doaku manjur,
pertanda apa ini?” oke, buat mempersempit pandangan tentang konteks ‘negatif’ -yang
tertulis di atas- itu misalnya begini:
“Gila, gue enggak rela dia jadian sama itu. Gue doain cepet
cepet putus deh biar dia bisa sama gue.”
Ini cuma contoh ya, kalo ada kesindir ya maap maap aja. Hehe.
Well, menurutku itu tidak selalu bisa dianggap sebagai sebagai pertanda baik,
buatmu. Coba kita liat dari sisi lain, in case doamu itu gak terkabul, kamu
pasti bakal ngumpat-ngumpat trus bilang: “buset, gue kurang baik apa coba sampe
mereka awet bener. Dan bla bla bla bla. Mengeluh, lebih tepatnya. Dan ya, entah
kenapa kalau aku, garis bawahi pendapatku yang mungkin sedikit berbeda ini ya,
hehe. Lebih cenderung takut dan berhati-hati atas apa yang akan aku mohonkan
kepada Tuhan.
Kalau sekarang aku memohon pada Tuhan, “Ya Tuhan, bisakah
dekatkan dia denganku? Aku ingin hidup dengannya” let say like that. Lalu Tuhan mengabulkan, tetapi pada kenyataannya *amit amit* *getok dinding* ternyata aku
atau dia memang sebaiknya tidak bersama sama atau pada akhirnya menyadari bahwa
kita atau aku hanya termakan kepinginan sesaat aja sama kayak kalo lagi cuci
mata di mall dan jatuh cinta pada tas branded atau sepatu berkelas. Well,
Permohonan itu sesuatu yang sakral, tidak bisa di buat main main dan atau di
buat bercanda.
Tapi kan, bisa jadi itu sebuah pertanda yang diberikan Tuhan
supaya kita menangkapnya dan menjalankan sisanya alias dengan usaha kita
sendiri?
Ya, aku juga tidak meragukan itu, hanya saja tanda-tanda
tersebut jangan kita gunakan dengan sebelah otak atau hati saja. We must think
what we want to do with this kind of plan. Justru karena kita tidak tau how
very unpredictable and complicated the God’s plan is. Kalo enggak mau
mengumpat dan menyalahkan Tuhan atas kesalahan yang kamu buat sendiri karena
kamu lupa dan atau kamu tidak sadar hatimu-lah yang membuatmu melakukan those
kind of things that sebenarnya harus kamu pikirkan matang-matang. ya gak sih?
Uhm. Sepertinya
tulisanku kali ini lebih absurd ya?
Intinya adalah: hati-hati dengan permohonan, siapa tau Tuhan
mengabulkannya justru untuk mengujimu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar