Hujan memetamorfosa ingat-ingat di pelupuk
lalu menari dalam deras bersama awan-awan kelabu yang hinggap di atas
kepalaku.di kala Petrichor bukan lagi alasanku betah berdiam di depan pintu, di
saat gelap masih nyaman menggantung di langit-langit semesta.
Hujan membuatku malu. Ketika dengannya aku
perpapasan dengan kenangan di persimpangan perpustakaan kota. Aku diam, kamu
diam. Hujan bersikeras memaksaku berlama-lama di sana.
Hujan adalah kejam.
Dalam kekejaman tiap rintik yang
dijatuhkannya, tiap bejana yang hancur satu-per-satu beriringan dengan bulir
yang akhirnya terelakan.
Hujan masih kejam.
Dalam kotak-kotak berisi buncahan perasaan
aneh menggelitik. Membuat susah tidur, membuat tak ingin lupa. – bersama hujan,
Ia tak pernah benar-benar dihanyutkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar