Sepagi ini aku terbangun karena suara menggelegar petir bersambut hujan yang kian menderas. mengumpulkan nyawa-nyawa yang belum terkumpul sempurna.
Sepagi ini aku berkutat dengan mimpi buruk semalam. saat aku terhenyak pukul dua pagi dan mengatur nafas dan deru jantungku. terkaget.
Sepagi ini aku sudah mengetik tuts di tomblol keyboard, menulis tentang bagaimana masa masa hujan yang kuhabiskan untuk menikmati beberapa kenangan tentang kamu, dia, maupun kita.
tentang bagaimana kuhabiskan pagi, tentang bagaimana luka yang menguak di sebuah pagi yang dingin seperti ini, dengan iringan melodi rintik hujan yang menyempurnakan sendu. Iya, adegan demi adegan yang terputar dari jejak memoritmo yang terekam sempurna direlung otakku yang kemudian berderet menyembul satu-satu dan tersusun sedemikian rupa membuat lupa reda rasanya.
Sepagi ini aku juga masih menyematkan doa-doa kepada seluruh kamu yang entah. kepada hujan-hujan yang tidak kunjung reda, kepada pula perasaan yang entah kapan redamnya. aku tidak lagi bisa membaca hatiku, entah namamu, entah namanya yang sebenarnya telah benar-benar terukir di sana.
Sepagi ini aku menyeruput teh panas masih dengan latar tanah-tanah basah yang terdiam terhunus bulir-bulir hujan, dan aku masih saja berkutat dengan simpul-simpul rindu yang entah, siapa pemiliknya.
=D , nice posting
BalasHapusTerimakasih sudah mau baca, Saprilina Ginting :)
HapusOh, kangen. :)
BalasHapushehe makasih ya udah mau baca, Agus :)
HapusKeren.. :D
BalasHapusMakasih tantri lukita :)
Hapus