Sabtu, 03 Agustus 2013

Tuhan dan Permohonan

Pagi ini. Sengaja enggak tidur abis sahur. Udah mulai puasa lagi abis tiga hari absen gegara radang dan flu yang sukses bikin tepar berhari-hari.

Aku nulis ini sambil nahan pipis, fyi. Tapi itu gak penting. Yang penting in my opinion ketika ada ‘something to write’ I must write it immedietly. Whenever, wherever.

Skip yang enggak perlu dibahas.

Pukul tujuh lebih tiga puluh menitan, entah tepatnya jam berapa. Masih menggenggam buku antologi rasa milik ika natassa, setelah membaca halaman 265 paragraf satu buku tersebut

Bukan masalah bukunya, ceritanya, atau adegan apa yang sedang ditulis di situ.

Tiba-tiba, dengan pikiran yang ‘aman’ dan tidak memusingkan sesuatu hal atau seseorang yang begitu penting untuk di-penting-kan pagi ini atau hari hari sebelum ini, aku tiba tiba saja ingin menulis beberapa kalimat tentang Tuhan dan permohonan.

Pernah memohon sesuatu yang bisa dibilang lebih ke arah negatif dan kejadian? Trus kamu bakal bilang “Wah ternyata doaku manjur, pertanda apa ini?” oke, buat mempersempit pandangan tentang konteks ‘negatif’ -yang tertulis di atas- itu misalnya begini:
“Gila, gue enggak rela dia jadian sama itu. Gue doain cepet cepet putus deh biar dia bisa sama gue.”
Ini cuma contoh ya, kalo ada kesindir ya maap maap aja. Hehe. Well, menurutku itu tidak selalu bisa dianggap sebagai sebagai pertanda baik, buatmu. Coba kita liat dari sisi lain, in case doamu itu gak terkabul, kamu pasti bakal ngumpat-ngumpat trus bilang: “buset, gue kurang baik apa coba sampe mereka awet bener. Dan bla bla bla bla. Mengeluh, lebih tepatnya. Dan ya, entah kenapa kalau aku, garis bawahi pendapatku yang mungkin sedikit berbeda ini ya, hehe. Lebih cenderung takut dan berhati-hati atas apa yang akan aku mohonkan kepada Tuhan.

Kalau sekarang aku memohon pada Tuhan, “Ya Tuhan, bisakah dekatkan dia denganku? Aku ingin hidup dengannya” let say like that. Lalu Tuhan mengabulkan, tetapi pada kenyataannya *amit amit* *getok dinding* ternyata aku atau dia memang sebaiknya tidak bersama sama atau pada akhirnya menyadari bahwa kita atau aku hanya termakan kepinginan sesaat aja sama kayak kalo lagi cuci mata di mall dan jatuh cinta pada tas branded atau sepatu berkelas. Well, Permohonan itu sesuatu yang sakral, tidak bisa di buat main main dan atau di buat bercanda.

Tapi kan, bisa jadi itu sebuah pertanda yang diberikan Tuhan supaya kita menangkapnya dan menjalankan sisanya alias dengan usaha kita sendiri?

Ya, aku juga tidak meragukan itu, hanya saja tanda-tanda tersebut jangan kita gunakan dengan sebelah otak atau hati saja. We must think what we want to do with this kind of plan. Justru karena kita tidak tau how very unpredictable and complicated the God’s plan is. Kalo enggak mau mengumpat dan menyalahkan Tuhan atas kesalahan yang kamu buat sendiri karena kamu lupa dan atau kamu tidak sadar hatimu-lah yang membuatmu melakukan those kind of things that sebenarnya harus kamu pikirkan matang-matang. ya gak sih?

Uhm. Sepertinya tulisanku kali ini lebih absurd ya?


Intinya adalah: hati-hati dengan permohonan, siapa tau Tuhan mengabulkannya justru untuk mengujimu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar