Ketika waktu tidak lagi menjadi milik kita berdua. Kata kita menjelma menjadi kumpulan dua
susunan kata aku dan kamu yang terpaut jeda.
Lalu bersamanya kita meraba bilik rindu masing-masing. Menelusup kedalam
rasa paling terasing, yang saling tusuk menusuk belulangnya. Dan yang tersisa
tidak ada lagi aku.
Ketika kenangan tidak lagi menjadi milik kita berdua. Ada
banyak sebab yang sengaja kau toreh untuk membuat kata kita lenyap dari senyap.
Lalu kemudian menyembul kembali dengan wajah yang berbeda, saat kenangan kita
tertorehkan kisahnya. Bukan aku, jelasnya.
Ketika rasa tidak lagi menjadi milik kita berdua. Ada banyak
canda yang ingin kukecup, yang selalu membuatku candu akan wangi tubuhmu. Dan
beberapa masa setelahnya, aku tersadar bahwa seluruhnya hanya ilusi. Bukan
mimpi. Hanya sebuah halusinasi yang menjelma menjadi rasa yang terbelah dua
begitu saja, dan setengahnya lagi kau berikan kepadaku dengan darah tumpah
tepat di telapak tanganku. Seketikanya ada sebuah rasa yang meluluhlantakkan
benakku. Ini kah yang kau sebut luka?
Pada akhirnya kata kita tidak lagi bermakna, hanya sebuah
frasa yang tercetak sementara, membuat rangkaian paragraf-paragraf sederhana
yang sarat makna, lalu mengakhirinya dengan satu tanda baca, titik.
di suatu sudut keheningan, 09 Juli 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar