Senin, 11 Maret 2013

Sebuah Mula


Yogyakarta, 10 Maret 2013

Meja nomor delapan belas, sehabis latihan.

Saya dan dia (yang seharusnya bertiga) berada pada sebuah situasi yang masih tidak kita percayai sampai saat ini. Ini hanya seminggu setelah kami mengetahui nama masing-masing. Ini baru tiga empat kali bertatap wajah dan bertegur sapa sebagai dua orang asing.

Entah berapa kata, ‘kok bisa ya?’ yang terucap dari bibir kami berdua. Lalu setelahnya mempercayai bahwa semua konspirasi ini memang begitu benar adanya.

Betapa hidup adalah hasil dari tiap langkah yang kita tapak, ketika halang rintang adalah resiko dari batu-batuan yang bertebar di jalanan. Dan setelahnya akan ada sebuah jawab dari tanya dan ekspektasi yang telah terbentuk dari angan dan ingin yang tersusun sebelumnya. Entah baik, entah tidak. Semua itu tergantung daripada bagaimana kita memandang sebuah jerih dari tiap peluh yang terkuras tersebut.

Hidup terlalu singkat untuk membuatnya menjadi sia-sia. Karena itulah kami juga berbicara tentang masa depan. Tentang mimpi masing-masing, tentang harapan dan doa-doa. Bagaimana kita tetap fokus dan memperjuangkan bagaimana hidup kami selanjutnya bertahan dan berjalan. Dengan langkah kaki masing-masing, namun tetap saling menguatkan, mendukung dan mengamini dalam batin masing-masing kami.

Ketika kami berusaha keluar dari zona aman, ketika kami berusaha terjun dalam hal yang asing dan penuh liku di mata kami, kami menemukan sebuah konspirasi zionis yang membuat decak kagum kami, karena kami tahu, kami dipertemukan dengan seluruh beda dan langkah yang berbeda arah mulanya. Dan di sinilah kami, membuat sebuah kisah persahabatan dan pertemanan yang saling mengumbar tawa dan membagi cerita.

and this story has just begin..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar