Jumat, 15 Juni 2012

Kerudung Merah


Aku tergesa gesa menuju penginapan. kameraku tertinggal. aku tidak ingin melewatkan pemandangan Toba yang menawan tanpa menangkapnya dalam jepretan lensa. di perjalanan menjuju penginapan aku bertemu dengan seorang wanita setengah baya yang tertatih kesakitan. karena iba, aku mencoba menanyainya.


Mbak, mbak tidak apa apa?


Wanita itu menggeleng.


"Saya..takut.." ia menjawab pelan.


"Ada yang bisa saya bantu mbak??"


Wanita itu menggeleng lagi. Merapatkan kerudung merah yang dikenakannya. 


"Saya..tadi..mau dibunuh oleh suami saya." wanita itu mulai terisak.


"Apa mbak? Waduh, sekarang saya temani mbak ke kantor polisi saja ya?"


"Saya takut.."


Aku yang kebingungan ingin membawanya ke kantor polisi terdekat. Kasihan sekali wanita ini. Umurnya hampir seumur ibuku. Aku tidak tega meninggalkannya sendiri.


Ketika aku dan wanita berkerudung merah sedang berjalan menuju kantor polisi, seseorang berteriak.

"HEI TUNGGU! BERHENTI!"



Aku menghentikan jalanku, menoleh.


Tanpa babibu lelaki bertubuh sangar penuh tato menghampiri kami berdua, memberi hantaman tepat di wajahku.


"JADI INI LELAKI YANG KAU MAKSUT ITU? BENAR BENAR KURANG AJAR!"


Aku yang tak siap menerima hantaman mengaduh kesakitan.


Wanita berkerudung merah yang tertatih tadi bersembunyi di balik tubuhku.


"Maaf pak, salah saya apa ya? Mengapa bapak main pukul saja?!"


"Sudah! tidak usah banyak cakap! saya tau kau ini selingkuhan istri saya. tidak usah berpura pura tidak tahu!!"


"Tapi pak, saya...."


Belum selesai aku menjelaskan siapa aku sebenarnya, si bapak yang sepertinya preman itu memukulku lagi lalu menyeret tubuhku ke tepi Toba. Tubuh orang ini besar sekali sampai halauanku pun tidak berguna sama sekali. Sial aku kalah telak.


Ini orang seperti sakit jiwa. Tenagaku terkuras hanya untuk menangkis dan menghalau pukul pukulannya yang membabi buta, sampai ia tiba-tiba menarik leherku dan hendak melemparku ke danau.


Aku tercekik, dengan tersengal-sengal, aku berusaha melawan. tidak bisa. tidak bisa.


Dalam hitungan detik, ia menjatuhkanku ke Danau Toba yang sangat dalam itu, dan aku sudah pasrah akan mati karena aku tidak bisa berenang.


air-air-dan-air


Banyak air memenuhi wajahku, membuatku gelagapan. gelap






"HEI MAU SAMPAI KAPAN KAMU TIDUR? INI SUDAH PAGI. KAMU ADA UJIAN JAM TUJUH, KAN? ATAU MAU IBU SIRAM LAGI?"


Suara ibuku membuatku sadar, aku gelagapan mengusap wajahku yang baru saja disiram ibu.


Oh Tuhan, kupikir aku sudah mati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar