Rabu, 05 Februari 2014

Kepada: Kamu dan Jarak.

Selamat Siang, Kamu.

Hujan mengguyur kotaku akhir-akhir ini. Sepertinya kotamu juga. Setidaknya hatimu tak akan sekelabu langit-langit itu kan? Aku sedang menikmati sore seperti yang biasanya kita lakukan. Kamu di kotamu, aku di kotaku. Kita sudah terbiasa dengan jarak, bukan?

Seperti yang pernah kamu bilang waktu aku sedang bosan menyeruput cokelat panas kesukaanku, dan memilih Green tea latte hangat yang tidak pernah kamu suka, tentang bagaimana kamu bergulat tugas-tugas kuliahmu, tentang rumitnya ujian-ujian yang harus kamu hadapi, tapi kamu selalu saja masih bisa membuatku tertawa. Seharusnya, sebulan yang lalu kita bertemu ya?

Ah, aku tidak bermaksud menyinggung. Tak apa. Kamu paham kan bulan lalu aku sedang sibuk-sibuknya. Seharusnya pun kamu bisa datang ke pementasanku waktu itu tapi aku juga tau banyak hal yang harus kamu lakukan. Kita sama sama berjuang untuk menjadi Sarjana tepat waktu.

Aku pernah bilang kalau kamu berhasil menempuh wisuda seperti yang kamu bilang dulu, aku akan memberimu hadiah, ingat? Ingatkan aku kalau aku lupa, ya!

Kamu, huruf kesekian dengan zodiak yang sama.


Kiki Ramadhani

Selasa, 04 Februari 2014

Yth. Inspirator Awal Tahun

Untuk Dimas Novriandi @dimasnovriandi

“Jangan jadikan kegagalan sebagai hambatan, jadikan kegagalan sebagai batu loncatan untuk kesukesan yang lain”

Sepertinya, kalimat di atas adalah inti dari beberapa hal yang Mas Dimas utarakan pada seminar “Bridging your Career” yang diadakan kampus saya, 6 Januari 2014 lalu. Sebagai mahasiswa tingkat akhir tahun 2014 adalah tahun dengan banyak harapan-harapan baru sekaligus tugas dan beban-beban yang meminta segera di selesaikan. Dan sudah tentu pikulan beban paling berat saya saat ini adalah.. skripsi. Di tengah kejenuhan saya mengabaikan skripsi saya, awal tahun ini juga merupakan awal yang baik untuk niat-niat baik dan inspirasi yang tidak terkira datangnya. Salah satunya dapat bertemu dengan mas Dimas.  Dan surat untuk selebwit kali ini dengan penuh rasa kagum saya kirim kepada Mas Dimas. hehe.

Ya, saya yang baru tau bahwa ada alumni kampus saya International Program Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia tercinta ini yang sukses di bidang yang justru tidak terlalu dekat dalam bidang yang telah dijalaninya selama empat tahun itu. Akuntansi. Pada awalnya, saya hanya tau XM Gravity adalah tempat di mana salah satu selebtwit dan penulis favorit saya, Rahne Putri bekerja. Ternyata Mas Dimas Novriandi adalah General Manager di sana. Betapa senangnya saya dapat bertemu dan mengikuti seminar dengan beliau sebagai salah satu pembicaranya.

Mas Dimas menjelaskan kepada kami tentang pengalaman-pengalaman semasa kuliah dan bekerja, berbagai halang rintang dan kegagalan yang kadang datang berkali-kali, namun tidak menyurutkan langkah untuk selalu mencoba setiap kesempatan yang ada, karena kita tidak pernah tau jalan mana yang akan membawa kita mencapai kesuksesan. Saya terkesan sekali dengan bagaimana mas Dimas yang notabene akhirnya bisa sukses justru bukan di bidang akuntansi, namun di bidang komunikasi, digital life dan social media strategist dan lain sebagainya. Saya, sebagai mahasiswa manajemen yang justru lebih memiliki minat di dunia tulis menulis pun semakin terpacu meneruskan apa yang jadi keinginan saya. Apalagi ketika Mas Dimas menceritakan pengalamannya sebagai blogger, yang mana sangat menohok saya kala itu. Bagaimana tidak, saya yang sudah vakum ngeblog selama 2 bulan lebih mendadak teringat blog saya yang telah saya telantarkan. Tetapi sisi baiknya, Mas Dimas memberi saya motivasi untuk kembali menulis dan sehari setelah seminar tersebut, blog saya aktif kembali hingga saya menulis surat ini. Semoga tetap konsisten menulis hingga seterusnya, Amin.

Surat ini, adalah surat terima kasih atas inspirasi yang tidak terkira. Mungkin terlihat sepele dan sederhana. Tetapi buat saya cerita dari pengalaman Mas Dimas membuat saya tidak takut lagi untuk menghadapi langkah-langkah di masa depan, meskipun tidak pasti sama dengan apa yang kita tempuh saat ini, yang jelas masa depan itu ada untuk di hadapi, bukan untuk di pikirkan terus akan jadi apa kita nanti. Dari Mas Dimas juga, saya belajar bahwa tidak ada kata terlambat. Apapun yang kita kerjakan dengan sungguh-sungguh pasti akan berbuah manis. Entah cepat atau lambat. Entah sesuai dengan harapan atau tidak. Setidaknya setiap kesempatan telah dicoba dan dimanfaatkan dengan semaksimal mungkin. Yah, saya belajar banyak tentang ini dari mas. Terima kasih, terima kasih banyak :)

Oh iya. Selepas seminar, sebenarnya saya ingin berbicara sedikit tentang dunia tulis menulis. Namun karena keterbatasan waktu, hal itu tidak bisa terealisasi. Tetapi saya mempunyai tekad bahwa suatu hari nanti saya akan bertemu Mas Dimas lagi di suatu hari di suatu kesempatan. Semoga :)

Salam dari Jogja


Kiki Ramadhani

Senin, 03 Februari 2014

Surat buat Arman

Buat: Arman Ramadhan @mrngiwut
Khlong Hok, Thailand.

Yogyakarta, Februari 2014

Halo Maman, how’s Thai so far? Aku lagi ikutan proyek #30HariMenulisSuratCinta nih. Terus iseng pingin nulis buat kamu. Berhubung kamu udah berbulan-bulan jauh dari sini, Jogja dan seluruh isinya yang biasanya jadi bahan gosip dan obrolan kita dan teman-teman yang gak pernah pisah sebelumnya. Rasanya, ada yang kurang.  Kebetulan minggu lalu aku ke rumah sodara di deket rumahmu, dan tetiba kangen banget. Ah nggak tau kenapa. Kangen aja. Kangen kamu yang hebohnya nggak ada yang ngalahin.

Maman itu kalo ada sesuatu jarang disembunyiin, sebagai anak pisces, dia memang anaknya blak-blak-an. Banget. Nggak suka ya nggak suka aja. Kalo suka pasti bilang. Tapi sejauh aku kenal Arman selama kurang lebih hampir tujuh taun, dia (atau aku yang kurang peka) jarang liat dia sedih dan bilang kalo dia sedih. Kalo jengkel, dongkol mah pasti udah diceramahin pake kata-kata dahsyatnya dia dan jangan harap bisa nyela :))))

Dulu, awal-awal kenal Maman waktu SMA, gabung jadi tim paduan suara bareng (dan baru sadar herannya suara sumbang begini bisa diterima) *ups* trus pas pergantian ketua dan wakil ketua padus, Maman ditunjuk jadi ketua dan aku wakilnya. Dan di situ aku sadar saking nggak ada yang mau terpaksa suara pas-pas-an macam aku ini dipilih. Tapi justru itu keseruannya. Bisa (hampir) tiap akhir minggu izin kelas buat latian upacara, trus dapet jajan gratis abis upacara, dan nggak kepanasan dong pas upacara yang jelas. HAHA. Dan setahun bareng sama Maman di padus itu menyenangkan :D

Oh ya, Arman juga (sangat) berjasa di proses pembuatan buku pertamaku. Yang emang prosesnya super duper lama. Nggak papa, biar ngerti rasanya berjuang. Ya nggak Man? Waktu itu jarang-jarangnya aku ke rumahmu sendiri, malem-malem buat edit naskah sama konsultasi konsep buku. Dan voilaaa~ dalam waktu beberapa jam aja Maman tau banget apa yang kucari. Waktu aku nulis surat ini, nanti pas udah terbit nggak cuma aku kasih sign, tapi cap bibir di bukunya khusus buat kamu. Mau nggak? Muahahhaha x))

Arman yang semoga selalu sehat di negara gajah putih sana, Maret jadi liburan ke sini kan? Aku sekarang suka dandan lho, jadi lebih girly, mau belajar dandan biar kece. Nanti kalo kamu ke sini kita jalan-jalan. Banyak tempat kece baru di Jogja lho. Kamu harus coba. Harus! Trus rencana aku launching buku Maret (InsyaAllah kalo dilancarin amiin) biar kita bisa rayain ulang tahun kita ya Man :”) semoga jadwal KP mu ndak tabrakan. Amin!

Arman di sana baik-baik ya, aku tau kamu khawatir sama kita-kita, kamu care sama kita, tapi kita pasti bisa handle meskipun beda kalo ada kamu di sini. Jaga kesehatan jangan lupa cukur rambut itu udah gondrong. Eh iya! Kata Momo kamu ada temen artis Thailand ya? Yang ngganteng itu? Salamin ya :3

*peluk dari Jogja*

See you when I see you!


Kiki Ramadhani

Minggu, 02 Februari 2014

Kepada: Kamu di Negeri Kincir Angin

Buat: Ashilla Larasati @lilolalils
Deventer, Belanda.

“Terkadang, beberapa hal bisa menjadi erat hanya karena persamaan kejadian. Dan itu benar adanya”

Selamat pagi di kotamu, Kak Lila.

Dua tahun sebelum ini, kita hanyalah dua orang yang sama sama berkuliah di fakultas yang sama, dengan jurusan yang berbeda. Kita juga sering bertemu di mesin pump karena sahabat kita sama sama suka bermain pump. Hanya itu.

Pada suatu dini hari, kamu tiba tiba mengirimiku cerita panjang lebar di chatting jejaring sosial facebook, mencari teman bicara. Kebetulan aku yang memang belum hanyut dalam lelap akhirnya menemanimu bercerita. Tentang banyak hal. Dan tidak disangka justru dari situlah pertemanan kami benar benar dimulai.

Curhat. Sesederhana itu yah, kak? Tapi kalau kita coba inget-inget lagi, lucu aja. Bisa punya mantan yang tanggal lahirnya percis cis cis sama. Dan itu yang bisa bikin kita geli sendiri. Lalu, tentang kisah cinta, manis, pahit, asam, dan rasa-rasa ambigu yang kita urai sama-sama. Berawal dari curhat marcurhat sebagai anak dini hari, dari chat facebook, whatsapp, dm twitter, sms, sampai line.

Pertama kali juga kita jalan-jalan mencoba sebuah tempat makan sekaligus art galery dan perpustakaan, Lir shop. Dan sama sama jatuh cinta sama tempat ini dari pertama kali duduk di meja dekat dinding. Meja yang sama waktu pada suatu hari aku jauh-jauh datang ke baciro sehabis pulang dari rumahmu di gedong kuning.

Masih ingat kak? Waktu itu hatiku berserakan hancur gara-gara lelaki yang sebaiknya tidak usah diingat lagi. Yang tadinya berharap bahwa “yang bertemu lagi, bisa mengubah keadaan” ternyata, tidak semudah itu. Lelah sehabis membuang-buang air mata di sepanjang perjalanan. Berdandan cantik malam itu pun, sia-sia. Malam itu aku jadi pelanggan satu-satunya di sana.  Lalu menumpahkan segala berkecamuknya perasaan, Sampai kamu datang dan give me a hug. Pelukan pengurang rasa sakit. Kemudian, kita di tempat itu sampai tutup. Lalu ke toko buku langganan sampai tutup juga. She’s there when I need her. Just that simple. Waktu itu, dari hubungan kita yang sama-sama tidak berjalan mulus. Kita tau, perasaan ini hanya titipan. Entah kapan diambil atau terpaksa direlakan. Kita bahkan tidak diperbolehkan tau bagaimana caranya, tapi setidaknya kita sudah tau bagaimana rasanya berjuang. Sisanya, biarlah terjadi yang menjadi kehendakNya.


ini di hari terakhir ketemu di Jogja :')

Agustus, 2013.

Mendadak intensitas ketemu kita lebih sering. Sampai malem idul Fitri pun kita pergi berdua, menikmati malam-malam terakhir kamu di Jogja. Anyway, aku salut sama kamu Kak. Pinter, cantik dan beruntung. Waktu akhirnya kamu pun harus terbang ambil double degree di Belanda. Bangga punya temen kayak kamu :) Envy kadang-kadang liat foto-foto kamu keliling Eropa. Udah bisa foto di depan Menara Eiffel sama Menara Pisa. Tapi justru itu yang bikin aku juga termotivasi. We don’t know how worlds is going to be, tapi at least, usaha nggak boleh ada abisnya. True? ;)

Hal paling membahagiakan itu waktu kamu akhirnya memutuskan berhijab. Justru ketika jauh di negri orang. Seperti menemukan sesuatu, mirip banget kayak di novel 99 cahaya di langit eropa. Kalo bisa peluk rasanya mau peluk kenceng-kenceng. Semoga barokah ya, kak! 

Kamu adalah pembaca sekaligus pengkritik tulisanku, partner sharing blog bagus dan buku recommended, dan penyemangat yang nggak bosen. Apalagi kalimat, “Tuh kan, kamu bisa, aku bilang juga apa!” :”))

Kak, surat ini lanjutan dari surat yang biasa kita kirim di email ya, bedanya sekarang yang lain bisa baca :p Selalu sehat, baik, rajin sholat dan rajin kuliah. Selamat menikmati student housing yang baru, semoga semangatnya baru dan tambah menginspirasi banyak orang. Skripsi digarap ya kak. Ehem. Hahaha. Semoga surat ini mengurangi rindumu buat kota kecil menyenangkan yah, kak. Take care! :*

Jogjakarta, Februari 2014

Kiki Ramadhani

Sabtu, 01 Februari 2014

Surat Tanda Cinta dari Jogja

Selamat Siang, pengantar suratku tahun ini.

Kak Ika Vuje.

Salam kenal, kak Ika.
Sebelumnya tiap tahun, selamat tiga tahun aku mengikuti proyek #30HariMenulisSuratCinta ini, selalu saja ada yang bolong. Entah kenapa motivasi dan passion menulis ada saja yang terhambat atau tersendat di tengah jalan.Tahun ini, saya memiliki pengantar surat baru yang suaranya tak hanya indah, tapi juga sepertinya memiliki pribadi yang sangat menyenangkan.

Tadi tak sengaja kulihat beberapa mention di twitter tertujumu yang berkata bahwa betapa menyenangkannya memiliki pengantar surat cinta sepertimu, dan tentu saja itu juga membuatku semakin bersemangat dan akan berusaha untuk terus konsisten untuk menulis surat cinta selama tiga puluh hari ke depan.  Amin!

Di tengah teriknya kota Jogja siang ini, surat ini sebagai surat perkenalan sekaligus surat tanda cinta untuk tukang posku yang baru, semoga selalu sabar dalam menghadapi kami-kami dan tak lelah membaca surat-surat cinta kami.

Semoga harimu menyenangkan, kak Ika :)

Salam Hangat.


Kiki Ramadhani

Kamis, 16 Januari 2014

Hujan dan Sebilah Luka

16 Januari 2014 2.09 am

Hujan menari-nari diatas pesakitan, sebagian membuncahkan perasaan syahdu di tengah kegamangan sesal-dan-atau harapan yang tak tahu menahu. Hujan juga menyemarakan sore yang diliputi udara-udara tak bersahabat semenjak malam lalu.

Genangan seusai hujan reda memantulkan simpul senyum yang sedikit mengembang, dengan bibir yang tampak kedinginan sementara baju yang dikenakannya sudah terlanjur basah, serupa dengan jatuh yang sudah kepalang pasrah. Masih tentang sesederhana suara-suara merdu dari masa lalu, terngiang dan selalu membuat kalah. Selalu kalah.


Hujan akhirnya memberikan kesempatan untuk para-pembencinya sedikit bernafas lega. Mungkin hujan sudah lelah, atau mungkin sengaja mengalah?

Cerita di Balik Pementasan Mentari Pagi 2


120114 akan tercatat sebagai hari bersejarah buatku (khususnya) selain hari ini adalah tanggal meninggalnya eyang putri kesayangan kami, hari ini saya dan teman teman dari Teater Maraton mementaskan pementasan Mentari Pagi sekuel ke 2 di Universitas Katholik Soegijapranata Semarang. YEAY! That’s kind of excitement of me! We going to perform in another city. Lumayan jauh dari Jogja, dua bis rombongan kami berangkat hari Sabtu, 11 Januari 2014. Kami sampai di Unika pukul setengah dua siang. Istirahat dan setelah magrib kami melakukan gladi bersih. Anyway, saya suka sekali kampus ini, luas sekali dan rindang. Meskipun lelah berjalan dari Training Center (Tempat kami menginap) ke Gedung Thomas Aquinas (Tempat kami pentas) dan jalanannya menanjak. Itung itung olah raga sepertinya :))

Gladi, buat saya, gladi bersih begitu berantakan. Lagu yang saya nyanyikan secara solo amburadul, fals semua. Setres? Pasti. Capek? Banget. Takut? Jangan ditanya.

Gladi Bersih, 11 Januari 2014. Bu Suratmi nunduk saking sedihnya fals suaranya tadi :"

Tos Tos an ala Teater Maraton

Fuh fuh fuh. Hari yang berat, di tutup dengan hujan deraaas sekali. Hampir tengah malam dan kami tak bisa jalan ke Training Center. Beruntungnya, ada panitia dari Unika yang membawa mobil dan bersedia membawa kami ke TC. “Thanks, God :’)” Akhirnya bisa tidur nyenyak dan persiapan untuk hari besar esok.

Taraaa~ alarm sudah di dismiss, mager dan ngantuk susah sekali terlepas dari kami. Pukul lima lebih seperempat aku coba untuk bangun dan mengumpulkan nyawa, dan beranjak mandi. Karena Semarang panas sekali. Mandi jam segini pun airnya tetep gak dingin, beda banget sama Jogja :|

Setengah tujuh lebih kami naik ke gedung Thomas Aquinas untuk sarapan dan make up. Untuk mempersingkat waktu, saya di make up dulu, jadi sarapannya belakangan, padahal perut ini udah keruyukan minta di isi. Ketika membuka bungkusan sarapan.. “taraaaa” makanan kesukaan saya, Nasi Goreng lengkap dengan telur dan timun. Whoaaaa. Antara excited dan was was. Di lema karena lapar akut dan takut suara bermasalah karena makan yang berminyak. Tapi abis juga :)) akhirnya minum obat radang dan diikuti dengan latian vokal yang kejam itu~

Latian vokal sebelum pementasan.


Sampai detik terakhir latian vokal pun, aku masih menyadari bahwa suaraku itu amat amat sangat pas pas an dan ketakutan akan ‘gagal’ atau ‘fals’ itu membayangi di atas kepalaku. Fuh fuh fuh. Setresnya parah lah x( aku tanya tips ke bagus dan kanya selaku penyanyi yang berpengalaman gimana cara ngadepin beginian. They both said: Percaya kalo kamu mampu, kamu kudu yakin dulu sama suaramu, jangan mikir takut salah dkk nya.

Di detik terakhir, aku bilang ke mereka: Aku berharap ada keajaiban ya nanti pas pentas. Dan kemudian kita sibuk berada di side wing untuk persiapan pentas yang sebenar benarnya.

God’s hand move by magic. And what I said is just become true, Anyway. The miracle is come. Then make everything run well as we planned. *speechless* *crying*



All Family Mentari Pagi 2

Me when sing " Jangan Putus Asa"


In front of my parents and my sister I prove my skills, my ability, my confidence and all that before they are not trusting me to join theater. This is for you all :”)



Bapak-Aku-Mbak Ama-Ibu


Bangga, puas, bahagia, campur aduk jadi satu. Me did this so well. Dan aku bersyukur. Allah ngizinin aku buat melewati ini dengan sangat mulus. Dengan hati yang lapang aku siap vakum dari teater demi mengejar toga. I prove this for you, Dad. With all promises that (sometimes) I broke, I will do my duty and I wont dissapointed you again.


Mata berkaca-kaca mengiringi dibuatnya tulisan ini. Teruntuk semua orang yang percaya bahwa saya bisa, mampu dan yakin, untuk semua pengorbanan dan waktu yang tersita dalam proyek ini. This is for you guys. Me love you all xoxoxo

Selasa, 26 November 2013

Dalam Kejam Hujan



Hujan memetamorfosa ingat-ingat di pelupuk lalu menari dalam deras bersama awan-awan kelabu yang hinggap di atas kepalaku.di kala Petrichor bukan lagi alasanku betah berdiam di depan pintu, di saat gelap masih nyaman menggantung di langit-langit semesta.

Hujan membuatku malu. Ketika dengannya aku perpapasan dengan kenangan di persimpangan perpustakaan kota. Aku diam, kamu diam. Hujan bersikeras memaksaku berlama-lama di sana.

Hujan adalah kejam.

Dalam kekejaman tiap rintik yang dijatuhkannya, tiap bejana yang hancur satu-per-satu beriringan dengan bulir yang akhirnya terelakan.

Hujan masih kejam.

Dalam kotak-kotak berisi buncahan perasaan aneh menggelitik. Membuat susah tidur, membuat tak ingin lupa. – bersama hujan, Ia tak pernah benar-benar dihanyutkan.

Hujan akan tetap kejam;sampai yang lupa tak pantas diingatkan.

Pada Sepandang Tatapmu Di Sebuah Makan Malam Kita

Pada sebuah gemerlap yang bermuara matamu, aku meneduhkan suku-suku kata di ujung bibirku.

Kelu.


Serupa itu aku tak sanggup sekalipun berkata: jangan hunus aku dengan tatapmu.

Sajak Kebebasan.

Beberapa dari mereka bergegas merangkak, lalu meringkuk terjerembab pada lubang yang sama.

“Rasakan!” Kata salah satu dari mereka yang berhasil menyelamatkan diri – “Salah siapa masa lalu di bawa-bawa kembali,” ucapnya. 

Sabtu, 16 November 2013

Puisi-Puisi Penangkal Luka - Penyair Pembawa Harapan





Judul Buku: Empat Cangkir Kenangan
penulis: Bernard Batubara, Adimas Immanuel, Muhammad Irvan, Esha Tegar
Penerbit: Serba Indie, 2012

Buku puisi empat pemuda dari empat kota, salah satu buku favorit saya yang terkait postingan kemarin. Yang entah sudah di mana. Sebenarnya, yang paling membuat saya terkesan dengan buku ini, karena salah satu penulisnya, Adimas Immanuel, berpengaruh besar dalam kembalinya saya ke dunia kepenulisan puisi. 
seperti yang pernah saya tulis di sebuah postingan tentang dia, tahun 2010, fase-fase ujian nasional sekolah menengah atas dan memasuki dunia baru perkuliahan yang sangat jauh dari dunia sastra (karena saya masuk jurusan manajemen) setelah hampir setahun fokus untuk ujian dan sebagainya, saya merasa ada writers block yang membuat saya tidak bisa-benar-benar tidak bisa menulis puisi lagi. entah kenapa. mencoba, mencoba, mencoba, tapi gagal. selalu begitu.

Suatu ketika, timeline twitter saya ada retweet-an sajak dari dia. waktu itu, perlahan, dari lini masa twitter dan update-an blog kawahluka-nya membuat sedikit demi sedikit kepekaan saya tentang puisi kembali. dari sekian banyak akunn twitter yang ada dan membuat saya terkagum, dia-lah yang paling menginspirasi. sampai sebuah hari di bulan september tahun lalu, peluncuran buku empat cangkir kenangan ini diadakan di jogjakarta, dan hanya dihadiri oleh dua penulisnya, yaitu bernard batubara dan adimas immanuel. bagaimana reaksi saya waktu itu? SUPER EXCITED! seperti ngefans sama artis idolanya, saya-pun. dengan malu-malu saya menyodorkan buku ini ke dimas dan meminta tanda-tangannya. kami bercakap sebentar, saya memberikannya sebuah draft buku puisi pertama saya, dan dia adalah salah satu motivasi saya menulis puisi, membuat buku puisi.

sederhananya, puisinya membuat saya kembali menjadi saya seutuhnya. puisinya serupa obat penyembuh luka. membuat saya kembali bisa menulis rangkaian kata-kata lagi, membuat saya tidak cukup hanya membaca bukunya sekali. takjub. puisinya sangat magis dan berima sangat indah. 

Seperti yang saya ceritakan pada postingan sebelumnya, meskipun buku ini sudah berada di entah, tetapi betapa beruntungnya saya kehilangan buku yang amat berharga itu, membuat saya bisa bertemu penulis kesayangan saya akhir bulan ini, dalam launching buku puisi tunggalnya. Dengan itu membuat saya terpacu untuk cepat-cepat merampungkan buku puisi pertama saya. Semoga secepatnya :)

Jumat, 15 November 2013

Sebuah Buku: Perantara Pertemuan, Penjemput Kehilangan.


Judul Buku: Been There, Done That, Got The T-shirt.
Penulis: Risyiana Muthia
Visual: Emeralda
Penerbit: Gramedia
Julmlah halaman: 124

*

Yogyakarta, Agustus 2013

Sebuah kedai kopi, siang hari, sebuah pertemuan yang (mungkin) seharusnya tidak pernah ada. (seharusnya) Kita bertemu di tempat favoritku, sebuah tempat yang penuh buku, tempat yang selama ini ingin sekali aku tunjukkan padanya, tempat itu. Sayangnya, hari itu tempat yang kumaksut belum beroperasi secara normal paska libur panjang hari raya lalu. Kami ke toko buku setelah itu. Berkeliling mencari buku, melihat-lihat, dan dia ( yang domisilinya sama persis dengan daerah asal Mas Irwan Bajang) berkata banyak tentang buku. "Buku ini bagus, lho", katanya. "Ah, bukunya terlalu berat, aku nggak suka," ucapku singkat. Dia menunjuk beberapa judul buku yang sama sekali tidak aku pahami. Setelah itu, kami pergi ke kedai kopi ini. Mencari penjabaran.


Kita tidak pernah tau, kapan sejatinya sebuah pertemuan itu akan bertaut, atau bahkan bertemu perpisahan. Kita tidak pernah tau. 

Secangkir hazelnut panas dan cappucino dingin berada di meja kami. Berbincang seolah-olah tidak terjadi apapun. Seolah-olah, tidak ada hati yang saling berkecamuk di dalam lubuk masing-masing. Sampai kita berbicara tentang hal-hal yang tidak kumengerti. Aku mencari penjelasan, Kau tidak memberiku jawaban. Begitu seterusnya. Aku tak paham. Kau mungkin menyimpan kenangan. Aku mengeluarkan sebuah buku favoritku. Kau mengeluarkan buku ini. Buku bercover kuning-hijau cerah yang judulnya aneh. Sebuah idiom. dan membuatku tertarik pada kalimat di bawah judul: Semua hal yang perlu kamu tau untuk bisa HIDUP-SEHIDUPNYA!

Kita bertukar buku. Buku ini habis kubaca tak kurang dari satu jam. buku yang menarik, berisi visual dan informasi-informasi sederhana tentang bagaimana hidup sehidup hidupnya. Hal hal yang terkadang kita lupa, hidup tidak hanya tentang mengejar pencapaian, tapi bagaimana kita menikmati hidup selayaknya anugrah kehidupan yang tidak pernah terulang. Seperti kita. Seperti yang pernah kita ada. Sebelumnya.

Buku ini adalah sebuah perantara perjumpaan, antara aku, kau, dan serpihan masa lalu yang masih menggantung di genggam telapak kita, tersisa. Entah enggan menyisa, atau sengaja tak menyeka. Seperti setelahnya, adalah kepergiaan yang (pernah) menyebabkan aku heran tak habis pikir, karena menyadari bahwa ketika buku ini berada di tanganku, kehilangan menjemputmu dari aku. Bersama buku favoritku. Entah kau menghampiri kehilangan dan berjalan bersama sama meninggalkan aku, entahlah. Meskipun aku tak pernah menemukan penjelasan, tapi aku menemukan cara menghidupkan hidup lewat buku-mu.

Seratus dua puluh satu hari yang lalu, sebuah buku mengenai hidup sehidup-hidupnya membawa kenangan yang sekarang sudah bosan hidup. Ia pergi bersama kehilangan.

Ia berkata, aku ingin hidup-sehidup-hidupnya, menikmati sisa hidup dengan mengurai kehilangan dengan melakukan hal-hal yang dianjurkan pada buku BTDTGTTS, untuk menikmati kehidupan, menjemput mimpi dan membuat hidup lebih berarti. meskipun tetap. Buku ini milikmu. 

*

Nb: Seratus dua puluh satu hari yang lalu, dia bilang akan mengembalikan buku favoritku, dan aku tak pernah merelakan buku berharga itu benar-benar pergi dan tak kembali, tapi yasudahlah. bersama postingan ini saya ikhlaskan buku itu. Tolong di jaga ya :)

Yogyakarta, 15 November 2013

Kamis, 14 November 2013

Transformasi Magis Kata dari Tere Liye


Judul Buku: Rembulan Tenggelam di Wajahmu
Penulis: Tere Liye
Tebal Buku: 426 Halaman
Penerbit: Republika
Cetakan ke 6 (Maret, 2011)



Tahun 2011 Ibu saya diberi hadiah sebuah buku Berjudul Rembulan Tenggelam di Wajahmu. Saya pikir ini novel-novel sastra yang berat seperti di tumpukan lemari buku Ayah dan Ibu saya. Yang sulit di mengerti dan amat tersirat isinya. Pikiran skeptis seperti ini berubah ketika saya memulai membaca sinopsis di sampul belakang buku ini.

"Tutup mata kita. Tutup pikiran kita dari carut marut ke-hidupan. Mari berpikir takjim sejenak. Bayangkan saat ini ada satu malaikat bersayap indah datang kepada kita, lantas lembut berkata: "Aku memberikan kau kesempatan hebat. Lima kesempatan untuk bertanya tentang rahasia ke-hidupan, dan aku akan menjawabnya langsung sekarang. Lima pertanyaan. Lima jawaban. Apakah pertanyaan per-tamamu?""

Maka apakah kita akan bertanya: Apakah cinta itu? Apakah hidup ini adil? Apakah kaya adalah segalanya? Apakah kita memiliki pilihan dalam hidup? Apakah mak-na kehilangan?


Di sini hanya ada satu rumus: semua urusan adalah sederhana.

Setelah membaca kalimat terakhir dalam sinopsis itu, penasaranlah saya, dan buku ini membuat saya tenggelam dalam fantasi seorang Tere Liye.

Siapa yang bakal membayangkan saat dirinya sedang kritis di rumah sakit, tua renta berpenyakitan, entah harapan hidupnya ada atau tidak, lalu tiba-tiba datang seseorang berwajah baik menghampirimu dan menawari sebuah perjalanan dengan lima buah pertanyaan dalam hidup yang akan langsung dijawab?

Tere Liye menjelaskannya dengan amat lugas. Dengan diksi yang apik dan perpaduan kata yang cantik. Alur dan kesinambungan satu bagian di bagian lainnya seperti potongan-potongan kehidupan yang saling menghubung satu sama lain. Seperti halnya kehidupan.

 Saya pun juga punya pertanyaan dalam hidup. Banyak. Mungkin lebih dari lima. Dan seandainya malaikat benar-benar datang kepada saya, saya pasti kelimpungan ingin menanyakan yang mana. Tetapi, dari buku ini saya belajar satu hal yang amat penting: Kita manusia adalah bagian dari sebab akibat semesta yang amaaaat luas, dan segala tingkah laku dan perbuatan yang kita lakukan, akan berdampak pada orang lain. Dekat atau jauh, cepat atau lambat. Seluruhnya sudah terangkai pada poros yang kita tak bisa lihat. Terlalu rumit mungkin untuk diurai satu persatu.

Tokoh Ray yang hidupnya penuh carut marut, penuh dengan intrik masa lalu yang kelam. mengapa ia menjadi yatim piatu, mengapa ia dibesarkan di panti asuhan yang penjaganya membencinya setengah mati. Ia pun bertanya pada Malaikat itu. Apakah hidup ini adil?

Malaikat itu menjawab: "Ray, kehidupan ini selalu adil. Keadilan langit mengambil beberapa bentuk. Meski tidak semua bentuk itu kita kenali, tapi apakah dengan tidak mengenalinya kita bisa berani-beraninya bilang Tuhan tidak adil? Hidup tidak adil?"


Kedua tentang kehilangan. Siapa yang tak sedih ketika kehilangan sesuatu atau seseorang dalam hidup? Butuh waktu untuk mengikhlaskan, butuh penerimaan. Tetapi Tere Liye menceritakan sebuah kehilangan dengan sisi yang berbeda. Dari Sisi yang ditinggalkan.

Tidak ada hal yang tidak ada alasannya. Termasuk mengapa orang-orang yang kita cintai pergi dari hidup kita. Seperti ketika Ray bertanya pada seseorang yang berwajah menyenangkan itu, mengapa Tuhan mengambil Istrinya sekaligus bayi dalam kandungannya.

Istri Ray pergi setelah sampai pada tujuannya: menjadi istri yang diridhai oleh suaminya, seburuk apapun masa lalunya, saat bersama Ray, Ia hanya ingin menjadi istri yang baik dan diridhai oleh Ray. Dan tepat saat ajal akan menjemput Istri Ray, Dia dalam keadaan terpenuhi tujuannya. Jadi Ia pergi dengan kedamaian dan kebahagiaan.

Klise memang, tapi menurut saya hal itu memang benar adanya. Saya jadi teringat Almarhumah Nenek saya, beberapa saat sebelum Beliau meninggal, beliau berkata:
"Aku bentar lagi mau pulang, sudah disiapkan semua di sana, sudah banyak yang mau menyambut di sana." Dan raut wajahnya berubah sumringah, seperti akan menghadiri hajatan meriah. Dan saya yakin ketika seseorang telah memenuhi tujuannya, maka kepergian bukanlah hal yang sulit dan penuh kesedihan. Setidaknya, itu dari sisi yang meninggalkan, bukan sisi yang ditinggalkan. Bagi saya, kehilangan adalah kebahagiaan yang dibungkus dengan bentuk yang tidak biasa, dan setiap kehilangan adalah pintu bagi bahagia-bahagia lain yang mungkin tidak kasat mata.


Lalu, tentang pilihan dalam hidup. Terkadang, (dan seringkali) kita berkata bahwa kita tidak memiliki pilihan dalam hidup. Sama sekali. Ini terjadi pada banyak orang. Padahal sebenarnya kita punya banyak pilihan, untuk memohon, untuk menerima, untuk bertanya. Tetapi kadang hal hal itu tidak kita lakukan dan terus mengutuk Tuhan dengan pilihan yang sebenarnya kita ciptakan tadi. Manusia kadang lupa, apa apa saja yang terjadi pada dirinya hanyalah sebab akibat dari apa apa yang dia lakukan di masa lalu, yang mungkin luput dari ingatan. 

Buku ini cukup menohokkan saya dengan premis-premis yang memang dialami manusia-manusia pada umumnya. Mengeluh, mengutuk, tak bersyukur, masa bodoh dengan sekitar, ingin menang sendiri. Tanpa sadar kita lupa bahwa kita hidup berdampingan, kita memiliki orang lain yang pasti kita butuhkan bantuannya. Begitu pula sebaliknya. Buku ini mengingatkan kembali bahwa Tuhan tak pernah tidur. Tuhan selalu mengawasi tiap manusia dan tingkah lakunya, memberi kebajikan pada setiap yang selalu mensyukuri nikmat, dan memberi teguran pada setiap yang menyentuh dosa.

Lalu, mengapa Ray yang penuh dosa dalam hidupnya diberi kesempatan untuk diberi lima pertanyaan yang akan dijawab oleh seseorang yang berwajah menyenangkan itu? Jawabannya juga amat sederhana: karena tiap menatap bulan, Ray selalu tulus bersyukur, tak pernah mencaci Tuhan, dan khidmat seperti berbicara dengan Tuhan melalui bulan. Karena kesederhanaan itu, Ray mendapat kesempatan berharga itu.

Buku ini membuat saya paham bahwa memang seluruh urusan adalah sederhana. Sangat sederhana. Membuat saya sempat menangis dalam beberapa bagian dalam buku ini. Tentang ketulusan yang bahkan tidak disadari, tentang banyak hal baik yang sering kita lupa, dan terus mengingat hal yang tidak baik lalu mencaci Tuhan. Kita tidak pernah tau, seburuk apapun hidup kita, Tuhan akan menghargai sekecil apapun bentuk rasa syukur kita, Tuhan akan memberi kebaikan sekecil apapun kebaikan yang kita lakukan. Tuhan tidak pernah lupa memberi balasan baik bagi Hamba-Nya yang menyebut namaNya. 

Buku ini magis. Kata-katanya membuat saya lebih berhati hati dalam berucap, berdoa, dan bertindak. Kata-kata sederhana yang sampai pada hati saya.

Kita tidak pernah tau apa yang kita lakukan berdampak besar bagi hidup orang lain, kita juga tidak akan tau betapa hebatnya akibat dari perbuatan buruk yang kita lakukan. 

Who knows?

-

Yogyakarta, 14 November 2013.

Rabu, 13 November 2013

Meteor dan Visualisasi Mimpi



METEOR

" Meteor akan terus berpijar, melesak dan menjelajah cakrawala, menembus malam, melampaui waktu dan dimensi, mengurai pekat, hingga masa menghantar ke peraduan. Terus berproses! "

Kata kata di atas adalah kutipan dari pengantar sang editor dalam buku Antologi Puisi Bengkel Sastra 2008 oleh Balai Bahasa Yogyakarta. Berisi karya 28 siswa SMA se-Yogyakarta yang telah mengikuti pelatihan selama sepuluh minggu dengan pengajar yang mumpuni di bidangnya tentang bagaimana memproses puisi sebagai sebuah karya sastra. 

Mengapa buku ini berarti untuk hidup saya?

Karena dari buku setebal 102 halaman ini, upaya saya dalam dunia tulis menulis khususnya puisi akhirnya menemukan langkah pertamanya. Bak bayi yang baru lahir dan menemukan tempat berpijak, selama sepuluh minggu mengikuti pelatihan ini, saya menemukan jejak kaki mungil yang siap menghiasi kertas-kertas kosong dengan rangkaian kata-kata dalam puisi.

Saya baru menginjak usia enam belas tahun kala itu, ditawari oleh ibu saya yang mana sekaligus guru bahasa Indonesia di sekolah saya. Saya memang menyukai puisi, sama seperti saya jatuh cinta pada puisi Sapardi Djoko Damono. Tetapi, namanya juga amatir, puisi puisi saya memang belum mahir, jauh dari indah seperti penyair- penyair yang saya kagumkan. Meskipun sampai kini puisi saya masih belum sehebat mereka, yang penting proses kreatif dan rasa dalam menulis tiap puisi itu. Lalu akhirnya saya menyetujui untuk ikut pelatihan ini, dan ternyata bukan main banyaknya manfaat yang saya dapat selama berada di Bengkel Sastra 2008, selain kita bisa belajar tentang proses kreatif penulisan puisi, kita juga diberi uang saku tiap akhir sesi pelatihan. Luar biasa sekali bukan? Dan uang saku tersebut hampir setara dengan uang saku saya selama seminggu kala itu x))

Buku ini tercipta dari rangkaian usaha dan semangat kami, 28 siswa yang sama sama mencintai dunia puisi. Di dalam buku ini, ada jerih dan keringat kami curahkan, juga curahan hati yang turut andil dalam proses pembuatan buku ini. Buku ini lebih dari sekedar berarti, buku antologi pertama saya, dan jelas bukan yang terakhir.

Berikut adalah dua dari tiga puisi saya yang masuk dalam buku Meteor:



Pencarian

Siluet kelabu terasing jelaga
Mengintip
Dari bilik balik pujangga
Mendekat
Berbisik
: di manakah dia?


Lentera Kenyataan

Cahaya-cahaya kecil yang terbang terbawa kunang-kunang
Di balik ilalang padang yang menjulang mengembang
Menemani hasrat suci yang kini sepi
Menunggu pagi
Menunggu pagi

Titik-titik berwarna kuning keemasan itu
Berkumpul
Berkeliling
Di tepian relung sukma
Menjelma menggema
Mengembang terbang

Lentera kenyataan masuk di balik jengkal jejakmu
Menunggu pagi
Menunggu pagi


Bagian lucu dari terbitnya buku ini, adalah ketika ada seorangpenelepon tak dikenal menelepon dan berkata ia menyukai puisi-puisi saya. Saya cukup terkejut karena belum pernah ada yang seperti ini sebelumnya. Tapi di sisi lain ada kebanggaan tersendiri atas diri saya karena karya saya dapat diterima dengan baik. Dan saya amat bersyukur akan itu :')  

Hingga kini, hawa dari meteor yang terus berputar menjelajah semesta dalam diri saya untuk tidak berhenti berkarya menembus langit, hingga tiada waktu tetsisa untuk menyisakan ruang menulis sebuah puisi.

Selasa, 12 November 2013

Inti Semesta dan Kesederhanaan Rahasia


Lima tahun. Lima tahun yang lalu, saya membaca buku ini, dengan momen kandasnya sebuah hubungan percintaan remaja klasik yang di dasari perbedaan keyakinan dan embel embel lainnya. Berbekal buku pinjaman teman, selama beberapa hari saya besebenengan sebab akibat, rasa syukur, menerima dan semesta. 

Seorang remaja berumur tujuh belas tahun yang masih harus banyak belajar selain belajar bagainana menyembuhkan luka pada patah hati. Tapi justru luka itu membawa saya pada buku ini dan keajaiban keajaiban yang terjadi setelah itu.

Hukum sebab akibat dan kesinanbungan antara rasa syukur akan mengakibatkan energi positif dalam diri kita dan dapat mengirimkan sinyal sinyal positif pada semesta di alam bawah sadar kita. Sebelumnya saya masih tidak mengerti tentang apa yang sebenarnya saya inginkan dalam hidup, tentang seperti apa saya di kemudian harui atau sesungguhnya cita cita saya. Secara tidak langsung, titik titik temu dari tiap tiap tanda semesta itu datang dan membentuk garis yang dapat di baca.

Buku ini adalah perantara saya menemukan diri saya kembali, menjadi pribadi yang penuh doptimisme, percaya diri dan yakin atas kemampuan yang saya miliki. Saya menjadi terbiasa dengan daftar-daftar target, harapan, dan keinginan saya lalu menuliskannya setiapbulan, semester, bahkan yang jangka tahunan. Hingga sekarang saya sangat bersyukur bahwa bagaimana kita mengelola rahasia rahasia alam bawah sadar kita adalah hal penting untuk membuat hidup kita lebih berkualitas.

Kekuatan semesta itu memang benar-benar ada, dalam diri setiap manusia. Serupa apa yang terlintas dalam benak saya setelah selesai membaca halaman terakhir buku ini: lima tahun dari sekarang aku harus menerbitkan sebuah buku karanganku.
Dan sebentar lagi, hal itu bukanlah ingin ingin belaka lagi :)