Kamis, 13 Maret 2014

Tanggal Satu Bulan Tiga

Tanggal satu bulan tiga

Tanggal satu bulan tiga di tahun ke dua puluh dua.
Beberapa tahun terakhir selalu menyimpan doa doa di waktu yang sama.

Bulan yang menurutku lebih indah dari bulan merah jambu. Satu dari dua belas bulan yang paling di harapkan, satu dari dua belas bulan yang selalu memiliki keajaibannya. Sepagi ini, ada lebih dari sekedar harap, namun banyak yang harus di selesaikan selekasnya. Dan segala yang di semogakan segera lekas di semogakan.

Tanggal satu bulan tiga.
Ini rindu untukmu yang amat kucinta.

Welcome home, march.

1 Maret, 2014.

Senin, 10 Februari 2014

Seperti Aku Enggan Menghapus Kamu

Kepada, kamu yang (mungkin) tak terhapus, tapi juga enggan kutulis kembali.

Sore ini, mendung masih menggelayuti langit-langit Jogja. Seperti yang dulu pernah kita nikmati dengan sore yang tak jauh beda seperti ini. Aku masih suka sore, sore berangin yang justru seringkali membuatku terhanyut dalam puisi-puisi, peppermint tea, dan buku-buku yang sering kamu ceritakan itu. Ada satu yang tertinggal di rumahku. Mungkin sengaja kau tinggal, aku juga tak pernah paham akan hal itu. Aku sudah terlampau lelah untuk bertanya apapun yang tak kupahami. Bukan juga untuk membiarkannya tenggelam menjadi rahasia. Hanya saja aku merasa sudah cukup bertanya, sudah cukup mencari tau, sisanya tinggal menunggu apa yang harus kuketahui dan yang belum harus kuketahui untuk saat ini.

Tetapi, kita tak pernah tau kapan aku ingin mengingatmu bukan? Seperti ketika aku menatap sore seperti ini, dan seketika ada perputaran episode yang sebenarnya sudah berhenti kuputar. Ah, aku tak mengerti

Kau tau?
Senyuman di wajahmu serupa candu pengobat segala luka, seperti senja selepas hujan reda. Membuatku lupa sehabis terjatuh, separuhnya remuk.        

Kau ingat?
Tiap telapak tanganmu menyentuh kulitku, tiap dekap melingkar merengkuh tubuhku, tiap senyum menghanyutkan duka, tiap tatapan mata tak bersuara, seluruhnya tak elak membuatku telak dalam kamu.

Kau lupa?
Di suatu masa di persimpangan kota, tidak ada senyuman itu, tidak ada pautan jari jemari yang terikat, tak ada pula teduh dalam tatapan matamu.

Sepanjang tapak-tapak tertera, memunculkan goresan-goresan tinta lama.
Berbaris menunggu gillirnya disambut, berjajar rapi. 

Tertulis: aku tetap enggan menghapus kamu.

Jogjakarta, Februari 2014

Kiki Ramadhani

Sabtu, 08 Februari 2014

Dear, Annisaa

Dear, Annisaa Lathiip Utoro
@annisaalathiip
Di Jalan Kaliurang.

Annisaa - Kiki

Pada sebuah dini hari yang tiba-tiba kata-kata yang tertulis pada tuts keyboardku menuliskan namamu. Nama yang kadang-kadang bikin banyak dosen salah, atau orang office kampus keliru karena namamu. Tapi, mungkin itu yang membuat kamu beda. Kamu itu unik.

Pertemanan kami di mula dengan sebuah pembicaraan singkat pada hari pertama masuk kampus. Kamu tampak sangat lugu dan polos sekali. Mahasiswi asli Kalimantan Timur yang kebetulan kos di depan kampus persis. Di kos nomor 21 itu kamu, aku, dan teman-teman lain menghabiskan masa masa indah awal menjadi mahasiswa. Nyenengin yah kalau di inget-inget?

Kamu itu leo yang jauh dari leo. Entah kenapa. Jadi bisa kusebut kamu Leo anomali ya Nis? Tiga tahun setengah kurang lebih pertemanan kita. Susah seneng bareng-bareng. Dari kejadian paling malu-maluin sampai kejadian paling mengharukan dan membahagiakan. Semua ada. Kamu inget nggak aku punya tulisan judulnya list 100 Kejadian konyol yang kamu lakukan? Asli ya, bikin sakit perut kalau diceritain lagi. 

Anyway karena aku udah janji untuk tak membuka aibmu, *hanya orang-orang terpilih yang tau* :)) jadi tak akan kuceritakan. Masih banyak hal baik yang bisa kuceritakan tentang kamu kok :)


Mahasiswa tingkat akhir jurusan manajemen internasional yang sekarang masih jomblo.. *ehem kalau ada yang baca ini, jomblo juga, bisa kok kenalan* *lalu di tabok Nisa* ini tidak bisa ditentukan sifatnya hanya dilihat dari wajahnya, wajahnya bak bidadari yang kesiangan lalu di turunkan ke bumi, dan jatuh di koordinat yang jauh dari hingar bingar kemacetan, Kalimantan. Dan mengadu ilmu ke Kota Pendidikan yang semula bercita-cita sebagai guru Tk ini sedang menikmati tahun terakhir pendidikannya, ah mungkin bulan terakhir. Tinggal menunggu waktu untuk pendadaran, dan wisudalah dia. *lirik skripsiku* *nunduk* *garuk-garuk tanah*

Di balik (kadang) aku yang nyebelin ini, suka ngejek, dan gangguin kamu, aku tuh sebenernya dari hati yang paling dalam kagum banget sama kamu, Nis. Kamu itu pemaaf banget. Orang lain yang salah sama kamu aja kadang-kadang kamu yang minta maaf, lalu kamu juga baik, dermawan, suka mengaji, patuh pada orang tua, dan tidak sombong. Kamu pintar, dan kepintaranmu tidak kamu simpan sendiri, belajar denganmu itu menyenangkan. Lebih menyenangkan kadang dibanding sama dosen di kampus :)) mungkin insting gurumu masih tertanam, ya? Kamu salah satu motivasiku biar cepet-cepet lulus. Aku juga mau nyusul kamu cepet-cepet pendadaran, trus wisuda. Kalau aku punya cukup uang, aku main ke Bontang ya nanti?

Beb, tiba-tiba mataku memberi tanda bahwa aku harus segera beranjak tidur. Jadi sekian dulu suratku. Semoga pendadaranmu lancar dan doakan aku juga yah :)

Dari Aku,


Kiki Ramadhani

Kamis, 06 Februari 2014

Berdamai dengan Kamu (2)

Dear, Kamu.

Surat kesekian, kata kata kesekian, perasaan penasaran yang terkadang merancukan pikiranku sendiri. Terlanjur membuatku tak bisa berhenti lama-lama tanpa mengingatmu lagi. Kalau kamu berpikir ini surat tanda rindu agar kau kembali, kamu salah. Tulisan-tulisan ini hanyalah rangkaian agar kamu tetap ada dibagian otakku yang lain. Masa bodoh di mana namamu terkenang di bagian hatiku yang mana, tak penting. Kali ini aku tak ingin menenggelamkan urusan hati, yang sebenarnya masih sulit kupahami apa maksudnya.

I’m writing again these letter for you aren’t much, I know
But i’m not sleeping and you’re not here
The thought stops my heart.
(Finch – Letter to You)


Dua tahun yang lalu, aku mengirim surat dengan judul yang sama, untukmu. Hanya saja surat ini bukan surat yang sama dengan surat yang pernah aku kirimkan dulu. Perasaanku, ingatanku dan kenanganku tentangmu pun sudah tak lagi sama.

Aku yang dulu begitu terhanyut dalam rasa penasaran yang tak bisa kucegah bendungannya. Perasaan rindu yang terlalu menggebu sampai menuliskan saja tak lekang mengurangi rasanya. Yah, jatuh cinta sangat mudah dengan rasa penasaran sebagai mulanya, bukan begitu?


Ternyata, suratku dulu didengar semesta, setelah surat kalengku tertuju ke alamatmu. Dan, setelah itu kita sangat amat menikmati alur yang tiba-tiba di rentangkan di telapak tangan kita, kita diberi kesempatan untuk bersisian meskipun jarak lebih fasih melantunkan kata rindu dari pada genggam-genggam yang bertautan. Meski begitu, kita tetap yakin bahwa kita masih bisa melewati seluruh aral yang menghadang, apapun itu.

*

Kini, meskipun tak ada sua, rindu, dan doa lagi terucap untuk hati kita berdua, bukan berarti tak ada. Dari terakhir kali aku dan kamu bertemu di depan Gereja besar di pusat kota Jogjakarta. Aku memutuskan untuk berdamai dengan kamu. Dengan perasaan ini dan seluruhnya. 

Untuk Kamu di pulau yang begitu sangat aku idam-idamkan sebagai destinasi liburan, tahun ini aku berencana untuk ke sana setelah menyelesaikan urusan akademikku. Kamu masih ada janji untuk menjadi tour guide ku, kan? :))

Salam

Kiki Ramadhani.

Rabu, 05 Februari 2014

Kepada: Kamu dan Jarak.

Selamat Siang, Kamu.

Hujan mengguyur kotaku akhir-akhir ini. Sepertinya kotamu juga. Setidaknya hatimu tak akan sekelabu langit-langit itu kan? Aku sedang menikmati sore seperti yang biasanya kita lakukan. Kamu di kotamu, aku di kotaku. Kita sudah terbiasa dengan jarak, bukan?

Seperti yang pernah kamu bilang waktu aku sedang bosan menyeruput cokelat panas kesukaanku, dan memilih Green tea latte hangat yang tidak pernah kamu suka, tentang bagaimana kamu bergulat tugas-tugas kuliahmu, tentang rumitnya ujian-ujian yang harus kamu hadapi, tapi kamu selalu saja masih bisa membuatku tertawa. Seharusnya, sebulan yang lalu kita bertemu ya?

Ah, aku tidak bermaksud menyinggung. Tak apa. Kamu paham kan bulan lalu aku sedang sibuk-sibuknya. Seharusnya pun kamu bisa datang ke pementasanku waktu itu tapi aku juga tau banyak hal yang harus kamu lakukan. Kita sama sama berjuang untuk menjadi Sarjana tepat waktu.

Aku pernah bilang kalau kamu berhasil menempuh wisuda seperti yang kamu bilang dulu, aku akan memberimu hadiah, ingat? Ingatkan aku kalau aku lupa, ya!

Kamu, huruf kesekian dengan zodiak yang sama.


Kiki Ramadhani

Selasa, 04 Februari 2014

Yth. Inspirator Awal Tahun

Untuk Dimas Novriandi @dimasnovriandi

“Jangan jadikan kegagalan sebagai hambatan, jadikan kegagalan sebagai batu loncatan untuk kesukesan yang lain”

Sepertinya, kalimat di atas adalah inti dari beberapa hal yang Mas Dimas utarakan pada seminar “Bridging your Career” yang diadakan kampus saya, 6 Januari 2014 lalu. Sebagai mahasiswa tingkat akhir tahun 2014 adalah tahun dengan banyak harapan-harapan baru sekaligus tugas dan beban-beban yang meminta segera di selesaikan. Dan sudah tentu pikulan beban paling berat saya saat ini adalah.. skripsi. Di tengah kejenuhan saya mengabaikan skripsi saya, awal tahun ini juga merupakan awal yang baik untuk niat-niat baik dan inspirasi yang tidak terkira datangnya. Salah satunya dapat bertemu dengan mas Dimas.  Dan surat untuk selebwit kali ini dengan penuh rasa kagum saya kirim kepada Mas Dimas. hehe.

Ya, saya yang baru tau bahwa ada alumni kampus saya International Program Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia tercinta ini yang sukses di bidang yang justru tidak terlalu dekat dalam bidang yang telah dijalaninya selama empat tahun itu. Akuntansi. Pada awalnya, saya hanya tau XM Gravity adalah tempat di mana salah satu selebtwit dan penulis favorit saya, Rahne Putri bekerja. Ternyata Mas Dimas Novriandi adalah General Manager di sana. Betapa senangnya saya dapat bertemu dan mengikuti seminar dengan beliau sebagai salah satu pembicaranya.

Mas Dimas menjelaskan kepada kami tentang pengalaman-pengalaman semasa kuliah dan bekerja, berbagai halang rintang dan kegagalan yang kadang datang berkali-kali, namun tidak menyurutkan langkah untuk selalu mencoba setiap kesempatan yang ada, karena kita tidak pernah tau jalan mana yang akan membawa kita mencapai kesuksesan. Saya terkesan sekali dengan bagaimana mas Dimas yang notabene akhirnya bisa sukses justru bukan di bidang akuntansi, namun di bidang komunikasi, digital life dan social media strategist dan lain sebagainya. Saya, sebagai mahasiswa manajemen yang justru lebih memiliki minat di dunia tulis menulis pun semakin terpacu meneruskan apa yang jadi keinginan saya. Apalagi ketika Mas Dimas menceritakan pengalamannya sebagai blogger, yang mana sangat menohok saya kala itu. Bagaimana tidak, saya yang sudah vakum ngeblog selama 2 bulan lebih mendadak teringat blog saya yang telah saya telantarkan. Tetapi sisi baiknya, Mas Dimas memberi saya motivasi untuk kembali menulis dan sehari setelah seminar tersebut, blog saya aktif kembali hingga saya menulis surat ini. Semoga tetap konsisten menulis hingga seterusnya, Amin.

Surat ini, adalah surat terima kasih atas inspirasi yang tidak terkira. Mungkin terlihat sepele dan sederhana. Tetapi buat saya cerita dari pengalaman Mas Dimas membuat saya tidak takut lagi untuk menghadapi langkah-langkah di masa depan, meskipun tidak pasti sama dengan apa yang kita tempuh saat ini, yang jelas masa depan itu ada untuk di hadapi, bukan untuk di pikirkan terus akan jadi apa kita nanti. Dari Mas Dimas juga, saya belajar bahwa tidak ada kata terlambat. Apapun yang kita kerjakan dengan sungguh-sungguh pasti akan berbuah manis. Entah cepat atau lambat. Entah sesuai dengan harapan atau tidak. Setidaknya setiap kesempatan telah dicoba dan dimanfaatkan dengan semaksimal mungkin. Yah, saya belajar banyak tentang ini dari mas. Terima kasih, terima kasih banyak :)

Oh iya. Selepas seminar, sebenarnya saya ingin berbicara sedikit tentang dunia tulis menulis. Namun karena keterbatasan waktu, hal itu tidak bisa terealisasi. Tetapi saya mempunyai tekad bahwa suatu hari nanti saya akan bertemu Mas Dimas lagi di suatu hari di suatu kesempatan. Semoga :)

Salam dari Jogja


Kiki Ramadhani

Senin, 03 Februari 2014

Surat buat Arman

Buat: Arman Ramadhan @mrngiwut
Khlong Hok, Thailand.

Yogyakarta, Februari 2014

Halo Maman, how’s Thai so far? Aku lagi ikutan proyek #30HariMenulisSuratCinta nih. Terus iseng pingin nulis buat kamu. Berhubung kamu udah berbulan-bulan jauh dari sini, Jogja dan seluruh isinya yang biasanya jadi bahan gosip dan obrolan kita dan teman-teman yang gak pernah pisah sebelumnya. Rasanya, ada yang kurang.  Kebetulan minggu lalu aku ke rumah sodara di deket rumahmu, dan tetiba kangen banget. Ah nggak tau kenapa. Kangen aja. Kangen kamu yang hebohnya nggak ada yang ngalahin.

Maman itu kalo ada sesuatu jarang disembunyiin, sebagai anak pisces, dia memang anaknya blak-blak-an. Banget. Nggak suka ya nggak suka aja. Kalo suka pasti bilang. Tapi sejauh aku kenal Arman selama kurang lebih hampir tujuh taun, dia (atau aku yang kurang peka) jarang liat dia sedih dan bilang kalo dia sedih. Kalo jengkel, dongkol mah pasti udah diceramahin pake kata-kata dahsyatnya dia dan jangan harap bisa nyela :))))

Dulu, awal-awal kenal Maman waktu SMA, gabung jadi tim paduan suara bareng (dan baru sadar herannya suara sumbang begini bisa diterima) *ups* trus pas pergantian ketua dan wakil ketua padus, Maman ditunjuk jadi ketua dan aku wakilnya. Dan di situ aku sadar saking nggak ada yang mau terpaksa suara pas-pas-an macam aku ini dipilih. Tapi justru itu keseruannya. Bisa (hampir) tiap akhir minggu izin kelas buat latian upacara, trus dapet jajan gratis abis upacara, dan nggak kepanasan dong pas upacara yang jelas. HAHA. Dan setahun bareng sama Maman di padus itu menyenangkan :D

Oh ya, Arman juga (sangat) berjasa di proses pembuatan buku pertamaku. Yang emang prosesnya super duper lama. Nggak papa, biar ngerti rasanya berjuang. Ya nggak Man? Waktu itu jarang-jarangnya aku ke rumahmu sendiri, malem-malem buat edit naskah sama konsultasi konsep buku. Dan voilaaa~ dalam waktu beberapa jam aja Maman tau banget apa yang kucari. Waktu aku nulis surat ini, nanti pas udah terbit nggak cuma aku kasih sign, tapi cap bibir di bukunya khusus buat kamu. Mau nggak? Muahahhaha x))

Arman yang semoga selalu sehat di negara gajah putih sana, Maret jadi liburan ke sini kan? Aku sekarang suka dandan lho, jadi lebih girly, mau belajar dandan biar kece. Nanti kalo kamu ke sini kita jalan-jalan. Banyak tempat kece baru di Jogja lho. Kamu harus coba. Harus! Trus rencana aku launching buku Maret (InsyaAllah kalo dilancarin amiin) biar kita bisa rayain ulang tahun kita ya Man :”) semoga jadwal KP mu ndak tabrakan. Amin!

Arman di sana baik-baik ya, aku tau kamu khawatir sama kita-kita, kamu care sama kita, tapi kita pasti bisa handle meskipun beda kalo ada kamu di sini. Jaga kesehatan jangan lupa cukur rambut itu udah gondrong. Eh iya! Kata Momo kamu ada temen artis Thailand ya? Yang ngganteng itu? Salamin ya :3

*peluk dari Jogja*

See you when I see you!


Kiki Ramadhani

Minggu, 02 Februari 2014

Kepada: Kamu di Negeri Kincir Angin

Buat: Ashilla Larasati @lilolalils
Deventer, Belanda.

“Terkadang, beberapa hal bisa menjadi erat hanya karena persamaan kejadian. Dan itu benar adanya”

Selamat pagi di kotamu, Kak Lila.

Dua tahun sebelum ini, kita hanyalah dua orang yang sama sama berkuliah di fakultas yang sama, dengan jurusan yang berbeda. Kita juga sering bertemu di mesin pump karena sahabat kita sama sama suka bermain pump. Hanya itu.

Pada suatu dini hari, kamu tiba tiba mengirimiku cerita panjang lebar di chatting jejaring sosial facebook, mencari teman bicara. Kebetulan aku yang memang belum hanyut dalam lelap akhirnya menemanimu bercerita. Tentang banyak hal. Dan tidak disangka justru dari situlah pertemanan kami benar benar dimulai.

Curhat. Sesederhana itu yah, kak? Tapi kalau kita coba inget-inget lagi, lucu aja. Bisa punya mantan yang tanggal lahirnya percis cis cis sama. Dan itu yang bisa bikin kita geli sendiri. Lalu, tentang kisah cinta, manis, pahit, asam, dan rasa-rasa ambigu yang kita urai sama-sama. Berawal dari curhat marcurhat sebagai anak dini hari, dari chat facebook, whatsapp, dm twitter, sms, sampai line.

Pertama kali juga kita jalan-jalan mencoba sebuah tempat makan sekaligus art galery dan perpustakaan, Lir shop. Dan sama sama jatuh cinta sama tempat ini dari pertama kali duduk di meja dekat dinding. Meja yang sama waktu pada suatu hari aku jauh-jauh datang ke baciro sehabis pulang dari rumahmu di gedong kuning.

Masih ingat kak? Waktu itu hatiku berserakan hancur gara-gara lelaki yang sebaiknya tidak usah diingat lagi. Yang tadinya berharap bahwa “yang bertemu lagi, bisa mengubah keadaan” ternyata, tidak semudah itu. Lelah sehabis membuang-buang air mata di sepanjang perjalanan. Berdandan cantik malam itu pun, sia-sia. Malam itu aku jadi pelanggan satu-satunya di sana.  Lalu menumpahkan segala berkecamuknya perasaan, Sampai kamu datang dan give me a hug. Pelukan pengurang rasa sakit. Kemudian, kita di tempat itu sampai tutup. Lalu ke toko buku langganan sampai tutup juga. She’s there when I need her. Just that simple. Waktu itu, dari hubungan kita yang sama-sama tidak berjalan mulus. Kita tau, perasaan ini hanya titipan. Entah kapan diambil atau terpaksa direlakan. Kita bahkan tidak diperbolehkan tau bagaimana caranya, tapi setidaknya kita sudah tau bagaimana rasanya berjuang. Sisanya, biarlah terjadi yang menjadi kehendakNya.


ini di hari terakhir ketemu di Jogja :')

Agustus, 2013.

Mendadak intensitas ketemu kita lebih sering. Sampai malem idul Fitri pun kita pergi berdua, menikmati malam-malam terakhir kamu di Jogja. Anyway, aku salut sama kamu Kak. Pinter, cantik dan beruntung. Waktu akhirnya kamu pun harus terbang ambil double degree di Belanda. Bangga punya temen kayak kamu :) Envy kadang-kadang liat foto-foto kamu keliling Eropa. Udah bisa foto di depan Menara Eiffel sama Menara Pisa. Tapi justru itu yang bikin aku juga termotivasi. We don’t know how worlds is going to be, tapi at least, usaha nggak boleh ada abisnya. True? ;)

Hal paling membahagiakan itu waktu kamu akhirnya memutuskan berhijab. Justru ketika jauh di negri orang. Seperti menemukan sesuatu, mirip banget kayak di novel 99 cahaya di langit eropa. Kalo bisa peluk rasanya mau peluk kenceng-kenceng. Semoga barokah ya, kak! 

Kamu adalah pembaca sekaligus pengkritik tulisanku, partner sharing blog bagus dan buku recommended, dan penyemangat yang nggak bosen. Apalagi kalimat, “Tuh kan, kamu bisa, aku bilang juga apa!” :”))

Kak, surat ini lanjutan dari surat yang biasa kita kirim di email ya, bedanya sekarang yang lain bisa baca :p Selalu sehat, baik, rajin sholat dan rajin kuliah. Selamat menikmati student housing yang baru, semoga semangatnya baru dan tambah menginspirasi banyak orang. Skripsi digarap ya kak. Ehem. Hahaha. Semoga surat ini mengurangi rindumu buat kota kecil menyenangkan yah, kak. Take care! :*

Jogjakarta, Februari 2014

Kiki Ramadhani

Sabtu, 01 Februari 2014

Surat Tanda Cinta dari Jogja

Selamat Siang, pengantar suratku tahun ini.

Kak Ika Vuje.

Salam kenal, kak Ika.
Sebelumnya tiap tahun, selamat tiga tahun aku mengikuti proyek #30HariMenulisSuratCinta ini, selalu saja ada yang bolong. Entah kenapa motivasi dan passion menulis ada saja yang terhambat atau tersendat di tengah jalan.Tahun ini, saya memiliki pengantar surat baru yang suaranya tak hanya indah, tapi juga sepertinya memiliki pribadi yang sangat menyenangkan.

Tadi tak sengaja kulihat beberapa mention di twitter tertujumu yang berkata bahwa betapa menyenangkannya memiliki pengantar surat cinta sepertimu, dan tentu saja itu juga membuatku semakin bersemangat dan akan berusaha untuk terus konsisten untuk menulis surat cinta selama tiga puluh hari ke depan.  Amin!

Di tengah teriknya kota Jogja siang ini, surat ini sebagai surat perkenalan sekaligus surat tanda cinta untuk tukang posku yang baru, semoga selalu sabar dalam menghadapi kami-kami dan tak lelah membaca surat-surat cinta kami.

Semoga harimu menyenangkan, kak Ika :)

Salam Hangat.


Kiki Ramadhani

Kamis, 16 Januari 2014

Hujan dan Sebilah Luka

16 Januari 2014 2.09 am

Hujan menari-nari diatas pesakitan, sebagian membuncahkan perasaan syahdu di tengah kegamangan sesal-dan-atau harapan yang tak tahu menahu. Hujan juga menyemarakan sore yang diliputi udara-udara tak bersahabat semenjak malam lalu.

Genangan seusai hujan reda memantulkan simpul senyum yang sedikit mengembang, dengan bibir yang tampak kedinginan sementara baju yang dikenakannya sudah terlanjur basah, serupa dengan jatuh yang sudah kepalang pasrah. Masih tentang sesederhana suara-suara merdu dari masa lalu, terngiang dan selalu membuat kalah. Selalu kalah.


Hujan akhirnya memberikan kesempatan untuk para-pembencinya sedikit bernafas lega. Mungkin hujan sudah lelah, atau mungkin sengaja mengalah?

Cerita di Balik Pementasan Mentari Pagi 2


120114 akan tercatat sebagai hari bersejarah buatku (khususnya) selain hari ini adalah tanggal meninggalnya eyang putri kesayangan kami, hari ini saya dan teman teman dari Teater Maraton mementaskan pementasan Mentari Pagi sekuel ke 2 di Universitas Katholik Soegijapranata Semarang. YEAY! That’s kind of excitement of me! We going to perform in another city. Lumayan jauh dari Jogja, dua bis rombongan kami berangkat hari Sabtu, 11 Januari 2014. Kami sampai di Unika pukul setengah dua siang. Istirahat dan setelah magrib kami melakukan gladi bersih. Anyway, saya suka sekali kampus ini, luas sekali dan rindang. Meskipun lelah berjalan dari Training Center (Tempat kami menginap) ke Gedung Thomas Aquinas (Tempat kami pentas) dan jalanannya menanjak. Itung itung olah raga sepertinya :))

Gladi, buat saya, gladi bersih begitu berantakan. Lagu yang saya nyanyikan secara solo amburadul, fals semua. Setres? Pasti. Capek? Banget. Takut? Jangan ditanya.

Gladi Bersih, 11 Januari 2014. Bu Suratmi nunduk saking sedihnya fals suaranya tadi :"

Tos Tos an ala Teater Maraton

Fuh fuh fuh. Hari yang berat, di tutup dengan hujan deraaas sekali. Hampir tengah malam dan kami tak bisa jalan ke Training Center. Beruntungnya, ada panitia dari Unika yang membawa mobil dan bersedia membawa kami ke TC. “Thanks, God :’)” Akhirnya bisa tidur nyenyak dan persiapan untuk hari besar esok.

Taraaa~ alarm sudah di dismiss, mager dan ngantuk susah sekali terlepas dari kami. Pukul lima lebih seperempat aku coba untuk bangun dan mengumpulkan nyawa, dan beranjak mandi. Karena Semarang panas sekali. Mandi jam segini pun airnya tetep gak dingin, beda banget sama Jogja :|

Setengah tujuh lebih kami naik ke gedung Thomas Aquinas untuk sarapan dan make up. Untuk mempersingkat waktu, saya di make up dulu, jadi sarapannya belakangan, padahal perut ini udah keruyukan minta di isi. Ketika membuka bungkusan sarapan.. “taraaaa” makanan kesukaan saya, Nasi Goreng lengkap dengan telur dan timun. Whoaaaa. Antara excited dan was was. Di lema karena lapar akut dan takut suara bermasalah karena makan yang berminyak. Tapi abis juga :)) akhirnya minum obat radang dan diikuti dengan latian vokal yang kejam itu~

Latian vokal sebelum pementasan.


Sampai detik terakhir latian vokal pun, aku masih menyadari bahwa suaraku itu amat amat sangat pas pas an dan ketakutan akan ‘gagal’ atau ‘fals’ itu membayangi di atas kepalaku. Fuh fuh fuh. Setresnya parah lah x( aku tanya tips ke bagus dan kanya selaku penyanyi yang berpengalaman gimana cara ngadepin beginian. They both said: Percaya kalo kamu mampu, kamu kudu yakin dulu sama suaramu, jangan mikir takut salah dkk nya.

Di detik terakhir, aku bilang ke mereka: Aku berharap ada keajaiban ya nanti pas pentas. Dan kemudian kita sibuk berada di side wing untuk persiapan pentas yang sebenar benarnya.

God’s hand move by magic. And what I said is just become true, Anyway. The miracle is come. Then make everything run well as we planned. *speechless* *crying*



All Family Mentari Pagi 2

Me when sing " Jangan Putus Asa"


In front of my parents and my sister I prove my skills, my ability, my confidence and all that before they are not trusting me to join theater. This is for you all :”)



Bapak-Aku-Mbak Ama-Ibu


Bangga, puas, bahagia, campur aduk jadi satu. Me did this so well. Dan aku bersyukur. Allah ngizinin aku buat melewati ini dengan sangat mulus. Dengan hati yang lapang aku siap vakum dari teater demi mengejar toga. I prove this for you, Dad. With all promises that (sometimes) I broke, I will do my duty and I wont dissapointed you again.


Mata berkaca-kaca mengiringi dibuatnya tulisan ini. Teruntuk semua orang yang percaya bahwa saya bisa, mampu dan yakin, untuk semua pengorbanan dan waktu yang tersita dalam proyek ini. This is for you guys. Me love you all xoxoxo

Selasa, 26 November 2013

Dalam Kejam Hujan



Hujan memetamorfosa ingat-ingat di pelupuk lalu menari dalam deras bersama awan-awan kelabu yang hinggap di atas kepalaku.di kala Petrichor bukan lagi alasanku betah berdiam di depan pintu, di saat gelap masih nyaman menggantung di langit-langit semesta.

Hujan membuatku malu. Ketika dengannya aku perpapasan dengan kenangan di persimpangan perpustakaan kota. Aku diam, kamu diam. Hujan bersikeras memaksaku berlama-lama di sana.

Hujan adalah kejam.

Dalam kekejaman tiap rintik yang dijatuhkannya, tiap bejana yang hancur satu-per-satu beriringan dengan bulir yang akhirnya terelakan.

Hujan masih kejam.

Dalam kotak-kotak berisi buncahan perasaan aneh menggelitik. Membuat susah tidur, membuat tak ingin lupa. – bersama hujan, Ia tak pernah benar-benar dihanyutkan.

Hujan akan tetap kejam;sampai yang lupa tak pantas diingatkan.

Pada Sepandang Tatapmu Di Sebuah Makan Malam Kita

Pada sebuah gemerlap yang bermuara matamu, aku meneduhkan suku-suku kata di ujung bibirku.

Kelu.


Serupa itu aku tak sanggup sekalipun berkata: jangan hunus aku dengan tatapmu.

Sajak Kebebasan.

Beberapa dari mereka bergegas merangkak, lalu meringkuk terjerembab pada lubang yang sama.

“Rasakan!” Kata salah satu dari mereka yang berhasil menyelamatkan diri – “Salah siapa masa lalu di bawa-bawa kembali,” ucapnya. 

Sabtu, 16 November 2013

Puisi-Puisi Penangkal Luka - Penyair Pembawa Harapan





Judul Buku: Empat Cangkir Kenangan
penulis: Bernard Batubara, Adimas Immanuel, Muhammad Irvan, Esha Tegar
Penerbit: Serba Indie, 2012

Buku puisi empat pemuda dari empat kota, salah satu buku favorit saya yang terkait postingan kemarin. Yang entah sudah di mana. Sebenarnya, yang paling membuat saya terkesan dengan buku ini, karena salah satu penulisnya, Adimas Immanuel, berpengaruh besar dalam kembalinya saya ke dunia kepenulisan puisi. 
seperti yang pernah saya tulis di sebuah postingan tentang dia, tahun 2010, fase-fase ujian nasional sekolah menengah atas dan memasuki dunia baru perkuliahan yang sangat jauh dari dunia sastra (karena saya masuk jurusan manajemen) setelah hampir setahun fokus untuk ujian dan sebagainya, saya merasa ada writers block yang membuat saya tidak bisa-benar-benar tidak bisa menulis puisi lagi. entah kenapa. mencoba, mencoba, mencoba, tapi gagal. selalu begitu.

Suatu ketika, timeline twitter saya ada retweet-an sajak dari dia. waktu itu, perlahan, dari lini masa twitter dan update-an blog kawahluka-nya membuat sedikit demi sedikit kepekaan saya tentang puisi kembali. dari sekian banyak akunn twitter yang ada dan membuat saya terkagum, dia-lah yang paling menginspirasi. sampai sebuah hari di bulan september tahun lalu, peluncuran buku empat cangkir kenangan ini diadakan di jogjakarta, dan hanya dihadiri oleh dua penulisnya, yaitu bernard batubara dan adimas immanuel. bagaimana reaksi saya waktu itu? SUPER EXCITED! seperti ngefans sama artis idolanya, saya-pun. dengan malu-malu saya menyodorkan buku ini ke dimas dan meminta tanda-tangannya. kami bercakap sebentar, saya memberikannya sebuah draft buku puisi pertama saya, dan dia adalah salah satu motivasi saya menulis puisi, membuat buku puisi.

sederhananya, puisinya membuat saya kembali menjadi saya seutuhnya. puisinya serupa obat penyembuh luka. membuat saya kembali bisa menulis rangkaian kata-kata lagi, membuat saya tidak cukup hanya membaca bukunya sekali. takjub. puisinya sangat magis dan berima sangat indah. 

Seperti yang saya ceritakan pada postingan sebelumnya, meskipun buku ini sudah berada di entah, tetapi betapa beruntungnya saya kehilangan buku yang amat berharga itu, membuat saya bisa bertemu penulis kesayangan saya akhir bulan ini, dalam launching buku puisi tunggalnya. Dengan itu membuat saya terpacu untuk cepat-cepat merampungkan buku puisi pertama saya. Semoga secepatnya :)